SAAT ORANG TUA KASAR

 



_#RuangBerbagi_

_#Kasus-1_


*SAAT ORANG TUA KASAR*


By. M.Nadhif Khalyani


Penanya :

Ustadz, saya mengalami luka batin kepada orang tua saya. Sampai saat ini saya belum bisa melupakan apa yang saya alami dulu. Kekerasan verbal, fisik, sumpah serapah terlalu sering saya alami. Kata-katanya kasar. Saat ini, setelah menikah, saya sering temperamen di rumah. Suami dan anak jadi sasaran. Saya paham ini karena perlakuan orang tua di masa kecil. Apa yang harus saya lakukan dengan luka pengasuhan ini?


Jawaban :


Bismillah.._washshalaatu wassalaamu ‘ala Rasulillah_


Ibu, apa yang telah terjadi di masa lalu adalah takdir yang telah terjadi. 


Semua bisa menjadi baik atau buruk tergantung cara penyikapan kita. 


Jika kita menyikapinya dengan benar, maka akan baik pula hasilnya. Setiap orang akan menanggung amalnya masing-masing. 


Orang tua yang khilaf, tentu akan tercatat amalnya sebagai dosa. 


Begitu pula kita. 


Sikap kita yang salah juga tetap menjadi tanggung jawab kita sendiri. 


Oleh karena itu mari kita perhatikan diri dan amal kita sendiri.


Karena...


Menyalahkan masa lalu, justru akan menjebak diri kita sendiri. 


_Disadari atau tidak, kita akan terus menerus menyalahkan orang tua._


_Fokus pada kesalahan akan membuat kita hilang rasa syukur, atau setidaknya perlu susah payah untuk bisa bersyukur._


Atau, _kalaupun kita bisa melihat kebaikan orang tua, kebaikan itu terasa hambar. Karena terkalahkan oleh “kepahitan” yang menjadi fokus batin kita._


Membasuh luka batin itu bukan dengan mencurahkan perhatian pada luka masa pahit itu, tetapi membasuh luka batin itu dengan menyediakan kesejukan yang meredakan perihnya 


Kesejukan itu adalah fokus pada kebaikan. 


Mari kita buat perenungan sederhana..


Ibu dibuat kecewa oleh anak, dimaki-maki oleh anak, dia bersikap buruk. 


Maukah ibu memaafkan ananda suatu saat nanti?


Saya yakin, ibu pasti memaafkannya dan pasti menerimanya apa adanya. 


Tidak hanya itu...

Ibu mampu menahan diri, tidak membalas dengan keburukan, juga tidak melampiaskan ke siapapun, bahkan setiap saat mendoakannya.


_Kenapa bisa begitu?_


Ini karena, batin ibu tiba-tiba menjadi sangat luas, saat memposisikan diri sebagai ibu. Ibu tiba-tiba menjadi sangat pemaaf, dan sangat sabar. 


Semua kenangan buruk tentang sikap anak, terkendali dengan baik, hanya karena.... _*“saya ibunya”.*_


Maka sekarang gunakanlah batin serupa untuk menghadapi dan melihat masa lalu orang tua yang bersikap buruk tersebut. 


_*“Batin seorang ibu kepada anaknya”…*_


Gunakan batin ini untuk melihat orang tua dan seluruh kekhilafannya di masa lalu. 


Jika ibu bisa merasakan perasaan seorang ibu saat menatap orang tua yang bersikap tidak baik, maka permakluman, sifat pemaaf, jiwa besar bahkan doa kebaikan akan bermunculan dengan mudah.


Setelah itu, semoga mereda sifat temperaman _#RuangBerbagi_

_#Kasus-2_


*ANAK DIPERLAKUKAN SEPERTI ANAK TIRI*


By M. Nadhif Khalyani


*Pertanyaan :*


Assalamu'alaikum ustadz, mau minta solusi, critanya begini, ada anak dari balita smpe dewasa tdk terlihat ceria spt anak" yg lain, usut diusut anak ini diperlakukan spti anak tiri oleh ibunya sendiri, sbgai mana ibunya dulu di perlakukan sm ibu tirinya , ternyata hal itu diturunkan ke anak kandungnya, smpe anaknya terucap mau mati aja gara" perlakuan ibunya, sedangkan bapaknya anak tdk bisa berbuat byk, krn takut sm istri, *apa yg hrs dilakukan kita sebagai saudara?*


Sedangkan nenek dari anak tsb sdh sering nasehati ibunya anak tsb tpi tdk ngaruh.


*Jawaban :*


1. Hendaknya setiap orang tua bertaqwa kepada Alloh dalam urusan anaknya. Perlu mawas diri, banyak evaluasi diri, dan bertaubat, karena orang tua punya kewajiban untuk mendidik anaknya dengan kasih sayang. Mengajarinya hal yang baik. Semua itu akan dipertanggung-jawabkan di akhirat. 


Abdullah Ibnu Umar berkata :


_“Didiklah anakmu, karena sesungguhnya engkau akan dimintai pertanggungjawaban mengenai pendidikan dan pengajaran yang telah engkau berikan kepadanya. Dan dia juga akan ditanya mengenai kebaikan dirimu kepadanya serta ketaatannya kepada dirimu.”_ (Tuhfah al Maudud hal. 123).


2. Ayah seharusnya tidak berdiam diri melihat keburukan yang nampak didepan mata. Tidak boleh rasa sayang atau rasa takut menyebabkan membiarkan keburukan menimpa keluarganya. 


Bahkan tanda sayang adalah mencegah datangnya keburukan.


Ayah harus bicara, menegur jika istrinya berbuat kesalahan, begitu juga sebaliknya. Maka pahamkanlah hal ini.


Ayah “takut” menghadapi resiko kemarahan istri, namun membiarkan resiko buruk lainnya yang terjadi pada anak. Masa depan anak masih panjang, ia akan hidup dengan orang lain, ia akan menjadi orang tua bagi anaknya, ia akan punya amanah dst. 


Ini semua akan bermasalah jika ayah membiarkan ia tumbuh dalam kondisi tidak baik. 


Maka sikap takut ayah sangat tidak tepat. Ajaklah beliau merenungkan hal ini. Jangan mengorbankan masa depan anak, dengan alasan “takut”


3. Sikap anak sesungguhnya tergantung sikap orang tua kepadanya. Maka jika orang tua di kemudian hari melihat anaknya bersikap tidak baik, hendaknya ia merenungi apa yang telah ia berikan kepada anaknya selama ini. Orang tua perlu menyadari hal ini.


Abu Rimtsah At Taimi berkata: Aku datang bersama dengan bapakku kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam, maka beliau bersabda: 


_*"Apakah ini anakmu?" 'Iya" jawabku. Beliau bersabda: "Apakah engkau menyayanginya?" "Iya" jawabku. Beliau bersabda: "Adapun dia (anak tersebut) tidak akan berbuat jahat kepadamu dan kamu tidak akan berbuat jahat kepadanya."*_(Musnad Ahmad 6810)


4. Sebagian orang berpendapat bahwa bagi orang yang punya memori negatif atau luka pengasuhan memerlukan terapi terlebih dahulu untuk bisa bersikap lebih baik. 


Pendapat ini tidak salah, namun juga tidak mutlak benar. 


Karena yang terpenting sebenarnya adalah membangun kesadaran dan kendali diri agar bisa bersikap benar, tidak jatuh pada dosa, mengendalikan diri untuk tidak bersikap buruk pada orang lain. 


Kesadaran ini hanya bisa dipenuhi dengan ilmu atau kepahaman.


Luka masih ada, tapi bisa bersikap benar, maka tidak akan menimbulkan mudhorot pada anak. 


Harus dibangun kesadaran bahwa, _“saya memang mengalami masa buruk, tetapi saya tidak boleh memberikan keburukan pada anak saya”._ 


Setelah itu baru terapi dan konseling diperlukan.


5. *Bagi anak*, sikap poin 4 juga perlu ia lakukan. Tidak perlu menyalahkan keadaan atau pun orang tua. Karena setiap orang akan menanggung amalnya sendiri-sendiri. Jika orang tuanya belum bisa diubah, fokuslah untuk membenahi diri.


Bertekadlah untuk lebih baik dari waktu ke waktu. Kenalilah sisi buruk dalam diri dengan baik. Lalu setelah itu bertekadlah untuk melepas hal ini, bertekad tidak akan melakukan hal yang sama kepada siapapun. Semua sikap buruk tersebut bisa dinetralkan dengan pemahaman yang baik


6. *Bagi saudaranya,* pahamkanlah hal-hal diatas kepada kedua orang tuanya. Dan ajaklah anak yang mengalami trauma tadi, untuk menghadiri majelis ilmu. 


Orang selalu bersikap sesuai dengan ilmu dan proses belajar yang ia jalani. 


Maka pahamilah bahwa sikap ibu-nya yang memperlakukannya dengan tidak baik pun karena beliau tidak mendapatkan ilmu dan proses belajar. 


Sehingga apa yang beliau alami itulah ilmu yang ia miliki, dan dengan itulah beliau memperlakukan anaknya. 


Maka, jika ananda yang trauma dengan ibunya tadi mau terus mencari ilmu dan belajar, _in syaa Alloh_, sikapnya di kemudian hari tetap akan baik dan tumbuh menjadi pribadi yang baik, _biidznillah._


Wallohua'lam


Baarakallohu fiikum.yang selama ini dirasakan.


Semoga Alloh berkahi…


Selamat mencoba

Komentar

Postingan populer dari blog ini

113 ciri gangguan jin Muslimah harus tau, Ciri ciri gangguan jin dan kejiwaan

TANDA-TANDA RUMAH KITA ADA JIN

membenahi" situasi dan keadaan anak :