ANAK DIPERLAKUKAN SEPERTI ANAK TIRI
_
#RuangBerbagi_
_#LukaPengasuhan_
Kasus ke-2
*ANAK DIPERLAKUKAN SEPERTI ANAK TIRI*
By M. Nadhif Khalyani
*Pertanyaan :*
Assalamu'alaikum ustadz, mau minta solusi, critanya begini, ada anak dari balita smpe dewasa tdk terlihat ceria spt anak" yg lain, usut diusut anak ini diperlakukan spti anak tiri oleh ibunya sendiri, sbgai mana ibunya dulu di perlakukan sm ibu tirinya , ternyata hal itu diturunkan ke anak kandungnya, smpe anaknya terucap mau mati aja gara" perlakuan ibunya, sedangkan bapaknya anak tdk bisa berbuat byk, krn takut sm istri, *apa yg hrs dilakukan kita sebagai saudara?*
Sedangkan nenek dari anak tsb sdh sering nasehati ibunya anak tsb tpi tdk ngaruh.
*Jawaban :*
1. Hendaknya setiap orang tua bertaqwa kepada Alloh dalam urusan anaknya. Perlu mawas diri, banyak evaluasi diri, dan bertaubat, karena orang tua punya kewajiban untuk mendidik anaknya dengan kasih sayang. Mengajarinya hal yang baik. Semua itu akan dipertanggung-jawabkan di akhirat.
Abdullah Ibnu Umar berkata :
_“Didiklah anakmu, karena sesungguhnya engkau akan dimintai pertanggungjawaban mengenai pendidikan dan pengajaran yang telah engkau berikan kepadanya. Dan dia juga akan ditanya mengenai kebaikan dirimu kepadanya serta ketaatannya kepada dirimu.”_ (Tuhfah al Maudud hal. 123).
2. Ayah seharusnya tidak berdiam diri melihat keburukan yang nampak didepan mata. Tidak boleh rasa sayang atau rasa takut menyebabkan membiarkan keburukan menimpa keluarganya.
Bahkan tanda sayang adalah mencegah datangnya keburukan.
Ayah harus bicara, menegur jika istrinya berbuat kesalahan, begitu juga sebaliknya. Maka pahamkanlah hal ini.
Ayah “takut” menghadapi resiko kemarahan istri, namun membiarkan resiko buruk lainnya yang terjadi pada anak. Masa depan anak masih panjang, ia akan hidup dengan orang lain, ia akan menjadi orang tua bagi anaknya, ia akan punya amanah dst.
Ini semua akan bermasalah jika ayah membiarkan ia tumbuh dalam kondisi tidak baik.
Maka sikap takut ayah sangat tidak tepat. Ajaklah beliau merenungkan hal ini. Jangan mengorbankan masa depan anak, dengan alasan “takut”
3. Sikap anak sesungguhnya tergantung sikap orang tua kepadanya. Maka jika orang tua di kemudian hari melihat anaknya bersikap tidak baik, hendaknya ia merenungi apa yang telah ia berikan kepada anaknya selama ini. Orang tua perlu menyadari hal ini.
Abu Rimtsah At Taimi berkata: Aku datang bersama dengan bapakku kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam, maka beliau bersabda:
_*"Apakah ini anakmu?" 'Iya" jawabku. Beliau bersabda: "Apakah engkau menyayanginya?" "Iya" jawabku. Beliau bersabda: "Adapun dia (anak tersebut) tidak akan berbuat jahat kepadamu dan kamu tidak akan berbuat jahat kepadanya."*_(Musnad Ahmad 6810)
4. Sebagian orang berpendapat bahwa bagi orang yang punya memori negatif atau luka pengasuhan memerlukan terapi terlebih dahulu untuk bisa bersikap lebih baik.
Pendapat ini tidak salah, namun juga tidak mutlak benar.
Karena yang terpenting sebenarnya adalah membangun kesadaran dan kendali diri agar bisa bersikap benar, tidak jatuh pada dosa, mengendalikan diri untuk tidak bersikap buruk pada orang lain.
Kesadaran ini hanya bisa dipenuhi dengan ilmu atau kepahaman.
Luka masih ada, tapi bisa bersikap benar, maka tidak akan menimbulkan mudhorot pada anak.
Harus dibangun kesadaran bahwa, _“saya memang mengalami masa buruk, tetapi saya tidak boleh memberikan keburukan pada anak saya”._
Setelah itu baru terapi dan konseling diperlukan.
5. *Bagi anak*, sikap poin 4 juga perlu ia lakukan. Tidak perlu menyalahkan keadaan atau pun orang tua. Karena setiap orang akan menanggung amalnya sendiri-sendiri. Jika orang tuanya belum bisa diubah, fokuslah untuk membenahi diri.
Bertekadlah untuk lebih baik dari waktu ke waktu. Kenalilah sisi buruk dalam diri dengan baik. Lalu setelah itu bertekadlah untuk melepas hal ini, bertekad tidak akan melakukan hal yang sama kepada siapapun. Semua sikap buruk tersebut bisa dinetralkan dengan pemahaman yang baik
6. *Bagi saudaranya,* pahamkanlah hal-hal diatas kepada kedua orang tuanya. Dan ajaklah anak yang mengalami trauma tadi, untuk menghadiri majelis ilmu.
Orang selalu bersikap sesuai dengan ilmu dan proses belajar yang ia jalani.
Maka pahamilah bahwa sikap ibu-nya yang memperlakukannya dengan tidak baik pun karena beliau tidak mendapatkan ilmu dan proses belajar.
Sehingga apa yang beliau alami itulah ilmu yang ia miliki, dan dengan itulah beliau memperlakukan anaknya.
Maka, jika ananda yang trauma dengan ibunya tadi mau terus mencari ilmu dan belajar, _in syaa Alloh_, sikapnya di kemudian hari tetap akan baik dan tumbuh menjadi pribadi yang baik, _biidznillah._
Wallohua'lam
Baarakallohu fiikum.
Komentar
Posting Komentar