Muntah yg bagimna yg membatalkan puasa
Apakah muntah bisa membatalkan puasa?
Muntah yang bagaimana yang membatalkan puasa?
Bagaimana kalau ada yang mabuk perjalanan lantas mual dan muntah, apakah puasanya batal?
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ ذَرَعَهُ قَىْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ
“Barangsiapa yang muntah menguasainya (muntah tidak sengaja) sedangkan dia dalam keadaan puasa, maka tidak ada qadha’ baginya. Namun apabila dia muntah (dengan sengaja), maka wajib baginya membayar qadha’.” (HR. Abu Daud, no. 2380; Ibnu Majah, no. 1676; Tirmidzi, no. 720. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan bahwa jika seseorang itu menyengajakan dirinya untuk muntah, puasanya batal. Namun jika ia dikuasai oleh muntahnya, puasanya tidak batal. (Majmu’ Al-Fatawa, 25: 266)
Yang tidak membatalkan di sini adalah jika muntah menguasai diri artinya dalam keadaan dipaksa oleh tubuh untuk muntah. Hal ini selama tidak ada muntahan yang kembali ke dalam perut atas pilihannya sendiri. Jika yang terakhir ini terjadi, maka puasanya batal. (Lihat Hasyiyah Syaikh Ibrahim Al-Bajuri, 1: 556)
Muntah yang bagaimana yang membatalkan puasa?
Bagaimana kalau ada yang mabuk perjalanan lantas mual dan muntah, apakah puasanya batal?
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ ذَرَعَهُ قَىْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ
“Barangsiapa yang muntah menguasainya (muntah tidak sengaja) sedangkan dia dalam keadaan puasa, maka tidak ada qadha’ baginya. Namun apabila dia muntah (dengan sengaja), maka wajib baginya membayar qadha’.” (HR. Abu Daud, no. 2380; Ibnu Majah, no. 1676; Tirmidzi, no. 720. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan bahwa jika seseorang itu menyengajakan dirinya untuk muntah, puasanya batal. Namun jika ia dikuasai oleh muntahnya, puasanya tidak batal. (Majmu’ Al-Fatawa, 25: 266)
Yang tidak membatalkan di sini adalah jika muntah menguasai diri artinya dalam keadaan dipaksa oleh tubuh untuk muntah. Hal ini selama tidak ada muntahan yang kembali ke dalam perut atas pilihannya sendiri. Jika yang terakhir ini terjadi, maka puasanya batal. (Lihat Hasyiyah Syaikh Ibrahim Al-Bajuri, 1: 556)
Komentar
Posting Komentar